Rabu, 16 Januari 2008

ALIRAN-ALIRAN MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA

ALIRAN-ALIRAN ISLAM dan PENGARUHNYA DI INDONESIA


PENDAHULUAN

Walaupun waktu pasti kedatangan Islam masih diperdebatkan, namun semua ahli sepakat bahwa ada beberapa pengaruh atau corak Islam yang datang ke Indonesia.

Dalam makalah ini akan sedikit dibahas mengenai pengaruh dari paham-paham dalam agama Islam yang turut mempengaruhi corak ke-Islaman Indonesia yang begitu khas yang berbeda dengan corak Islam yang dan di belahan dunia lainnya.

Paham yang akan dibahas akan ditekankan kepada paham-paham yang berkembang dalam pemikiran fikih dan tasawuf yang pertama kali menyebar dan memberikan warna ke-Islaman yang khas di Indonesia.



PAHAM SYI’AH

Paham syi’ah masuk ke Indonesia ketika pertengahan abad IV H terjadi perebutan kekuasaan di Tunis (Afrika Utara) yang dilakukan oleh kaum Fathimah melawan raja-raja Abbasiyah.

Rajanya yang pertama bernama al-Qayyim bin Ubaidillah yang memwerintah Tunisia dan sekitarnya pada tahun 313 H.

Kerajaan Fatimiyah meluaskan wilayahnya dan menguasai Mesir pada tahun 341 H, dengan sultannya yang bernama al-Muiz Li Dinillah (341 H).

Kekuasaan Bani Fatimiyah berajalan lama sampai 250 tahun, yaitu sampai tahun 564 H, ketika diambil alih oleh Salahudin al-Ayyubi pembebas Palestina yang terkenal. Bani Fatimiyah ini menganut faham syi’ah.

Raja-raja Islam Bani Fatimiyah ini mengirim mubaligh-mubaligh ke Indonesia pada abad IV samapai VI H. bahkan mengirim juga angkatan lautnya untuk membantu fatwa-fatwa Syi’ah, untuk mendirikan kerajaan-kerajaan bermazhab Syi’ah.1

Sultan-sultan yang ada di kerajaan pada masa awal itu hampir semuanya adalah para mubalig yang dikirim Bani Fatimiyah.

Kesimpulannya umat Islam Indonesia pada abad IV-VI H atau abad XI-XII M, diliputi oleh pelajaran-pelajaran Syi’ah yang samapai sekarang masih tinggal bekas-bekasnya. Kita bisa melihat di jawa gelar-gelar Sayyidin, Paku, Qutb, Kuda Kepang. Pelajaran-pelajaran ratu Adil kesemuanya berasal dari mazhab Syi’ah. Kabarnya juga permainan kuda kepang memperlihatkan kepandaian kuda yang dikendarai oleh sayyidina Husen ketika berperang di Karbala Irak.


PAHAM SYAFI’I

Kekuasaan bani fatimiyah di Mesir diambil alaih oleh sultan salahuddin al-ayyubi pada pertengahan abad VI H/XII M. kekuasaan bani Ayyubiyah berjalan selama 42 tahun dan kemudian digantikan oleh kerajaan mamalik (mamluk) sampai akhir abad IX H atau permulaan abad XVI M.

Sebagai dimaklumi dalam sejarah bahwa kearajaaan Ayyubiyah maupun kerajaan mamluk adalah penganut yang gigih dalam menegakkan ahlussunnah yang bermazhab Sunni. Raja mamluk juga memperhatikan perkembangan Islam yang ada di Indonesia.

Diantara mubalig Islam dari kerajaan Mamluk adalah orang yang bernama Ismail as-Siddiq yang datang ke Pasai mengajaran agama Islam.2dengan usaha beliau ini umat Islam di Pasai menganut paham Syafi’I kembali dan bahkan mengganti sultan Syi’ah dengan sultan orang Indonesia asli yang bermazhab Syafi’I dengan nama Sultan malikussaleh (1285-1297 M).

Catatan-catatan Ibnu Batutah dalam perjalanannya sangat menolong ahli sejarah untuk mencarai kebenaran sejarah, karena selain catatannya lengkap juga jujur.

Ibnu batutah mengatakan bahwa ia singgah di negeri pasai tatkala diutus oleh Sultan Delhi ke Tiongkok pada tahun 1345 M. Ia bertemu dengan Sultan malikuz Zhahir seorang Sultan yang sangat teguh dalam memegang agama Islam yang bermazhab Syafi’i.


PAHAM WAHDATUL WUJUD ATAU WUJUDIYAH

Paham ini pada mulanya diajarkan oleh al-hallaj di bagdad yaitu seorang yang Syi’ah yang dihukum mati di Bagdad pada tahun 992 M atau pada abad III H.

Di Sumatera, paham ini berkembang sesudah abad XV M. Dalam pengertian yang sederhana ajaran ini mendasarkan pada faham persatuan wujud khalik dengan makhluk. Di Jawa dinamakan paham Manunggaling ing Kawulo Gusti.

Ajaran ini membagi wujud zat menjadi dua satu kharijah (kulit luar) dan tsabitah (yang tetap) yaitu al-Haqqu (Tuhan Allah). Jadi, apa yang dikatakan alam dan apa yang dikatakan Allah pada hakekatnya satu. Wujud tuhan adalah wujudnya dan wujudnya adalah wujud Tuhan, Tunhan bersatu dengannya.

Ajaran ini dianut di Sumatra oleh Syeik Syamsudin as-Sumatrani dan Hamzah Fansuri sedangkan di Jawa oleh Syeikh Siti Jenar.


PAHAM WAHDATUS SYUHUD

Paham ini lebih sebagai kebalikan dari pahah wujudiyah. Paham ini dibawa ke Indonesia berbarengan dengan berkembangnya paham Syafi’i.

Ajaran ini menentang paham wahdatul wujud yang telah ada sebelum. Alasannya diantaranya tentang Dimensi Tuhan dan maklhluknya tidak dapat diterima oleh syari’at.

Penganut paham ini di Sumatra dipelopori oleh Syeikh Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf as-Singkel sedangkan di Jawa oleh wali Songo.

Syekh Nuruddin menentang paham yang dianut oleh Hamzah Fansuri tentang wujud penciptaan yang digambarkan dengan kun fayakun yang ditafsirkan secara Emanasi oleh Hamzah Fansuri.3

Sedangkan di Jawa para wali Songo menentang apaham yang dianut oleh Syekh Siti Jenar dengan Manuggaling Ing Kawulo Gusti-Nya. Bahkan Syekh Siti Jenar dihukum mati oleh para wali tersebut begitu juga dengan Hamzah Fansuri.


PENUTUP

Islam yang datang ke Indonesia dalam berbagai bidang paham baik Fikih maupun Tasawuf telah memberian kontribusi yang sangat besar dalam mengembangkan ajarannya sendiri.

Walaupun Indonesia menurut azyumardi Azra termasuk ke dalam islam pinggiran (Islam Periferal)4 namun, keberagaman Corak Paham Islam di Indonesia lebih bisa diterima dan toleran. Hal inilah yang menyebabkan Islam menjadi agama yang mayoritas sampai sekarang.





DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajudin. Sejarah dan Keagungan Syafi’I. Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1995.

Said,Usman dkk. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.

Azra,Azyumardi. Renaisans Islam Asia Tenggara. Bandung: Rosdakarya, 2000.

1 Kerajaan-kerajaan tersebut diantaranya: daya pasai di Aceh Utara, Kesultanan Perlak di Aceh Timur, kesultanan Bandar kalifah dan Aru di Sumatra Timur, kesultanan Leran di Jawa, dllSirajudin Abbas, Sejarah dan Keagungan Syafi’I (Jakarta: Pustaka tarbiyah, 1995) hlm. 257.

2 Ibid. hlm. 258.

3 Usman Said, dkk. Pengantar Ilmu Tasawuf, (Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982) hlm. 223.

4 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara (Bandung: Rosdakarya, 2000) hlm. 5.

Tidak ada komentar: