Kamis, 24 April 2008

ARKEOLOGI DAN PENELITIAN AGAMA DI INDONESIA

A. PENGERTIAN ARKEOLOGI
Arkeologi adalah satu disiplin ilmu. Definisi yang paling sederhana adalah to write history from surviving material Source. Kegiatan yang paling penting dari pengertian arkeologi sebagai ilmu adalah proses ekskavasi yaitu melakukan kegiatan mengumpulkan benda-benda dari dalam tanah melalui penggalian untuk mengungkap kehidupan manusia di masa lampau. Dalam kesimpulan ini seorang arkeolog Eropa, Stuart Piggot (1959) menyatakan bahwa archeology as history.
Perlunya penggabungan ilmu arkeologi dengan ilmu sejarah bertujuan untuk memperkaya gambaran tentang aktivitas kehidupan manusia di masa lampau. Hal ini tentu saja berkaitan dengan upaya mengungkap masa lamapau umat manusia dengan bertumpu kepada peninggalan berupa benda. Contoh penggabungan itu di Indonesia kerjasama antara sejarah dan arkeologi pernah dilakukan di situs Banten. Data-data sejarah mengungkapkan tentang pendaratan armada Belanda dan kegiatannya di Banten. Sedangkan arkeologi terhadap semua catatan sejarah itu harus menjawab dari sisi yang lain. Misalnya bagaimana kondisi masyarakat banten pada akhir abad VI apakah sudah metropolitan dan bagaimana bentuk alat-alat serta benda-benda keperluan mereka sehari-hari.
Pertanyaaan tersebut di atas terjawab melalui penelitian arkeologi yang meliputi kegiatan survey dan ekskavasi. Hasil penelitian di banten pada tahun 1976 membuktikan bahwa mereka telah mempunyai teknologi pembuatan gerabah local, mereka juga sudah menggunakan barang keperluan sehari-hari seperti piring, mangkok dan sebagainya.
Para arkeolog Amerika nampaknya lebih cenderung meletakkan disiplin ilmu arkeologi dalam kaitan dengan antropologi. Misalnya James Deert berpendapat bahwa arkeologi lahir sebagai satu ilmu bersamaan dengan antropologi. Selanjutnya Deert memandang adanya ikatan disiplin antara arkeologi dengan antropologi. Namun demikian terlepas dari kontroversi di sekitar ilmu arkeologi seperti tersebut di atas, hal yang paling penting adalah bahwa arkeologi pada dasarnya memiliki hubungan interdependensi dengan ilmu-ilmu lain, khususnya sejarah dan antropologi. Bila demikian, maka persoalan yang muncul adalah bagaimana arkeologi sebagai sebuah ilmu tersendiri bisa digunakan dalam analisa penelitian agama di Indonesia. Aspek apa saja yang bisa diungkap dalam penelitan agama melalui pendekatan arkeologi.
B. ARKEOLOGI DAN PENELITIAN KEAGAAMAN DI INDONESIA
Kegiatan keagamaan manusia atau kepercayaan mereka terhadap agama dapat dilihat dalam beberapa ciri spesifik yang berkaiatan dengan kegiatan pemujaan (worship) seperti pengertian tentang perbedaan sakral dan profan, percaya pada roh (soul), percaya kepada Tuhan dan menerima kenyataan akan supernatural. Dalam melaksanakan kegiatan kegamaan ini, manusia mendirikan bangunan untuk ibadah, melaksanakan penguburan dan memiliki tempat tertentu dalam lingkungan keagamaan. Pendekatan arkeologi melalui kajian terhadap artefak , semua jenis benda buatan manusia yang digunakan untuk keperluan hidup mereka termasuk kegiatan keagamaan.
Dalam hal ini pokok persoalan yang diungkap oleh arkeologi dalam hubungannya dengan penelitian agama adalah membuat deskripsi terhadap benda-benda berupa artefak dan non-artefak. Dalam tiga dimensi yakni ruang (space), waktu (time) dan bentuk (form). Kemudian arkeologi menempatkan artefak dan non-artefak tersebut ke dalam analisa konteks, yaitu aspek fungsi (functional), pola atau susunan (structural) dan tingkah laku (behavioral).
Aspek fungsi akan memberikan interpretasi terhadap suatu benda bedasar nilai guna benda tersebut. Sementara aspek struktural lebih menjelaskan proses terjadinya benda sebagai hasil karya manusia. Aspek ini menunjukkan ciri tentang aturan (rule) masyarakat yang membuat benda tersebut. Contoh tipe atap bersusun yang berbentuk menyerupai limas dan kerucut khusus masjid dan keraton. Adapun aspek tingkah laku atau adat dapat memberikan ciri spesifik pada hasil kerja.
Hal yang lain yang dilakukan arkeologi adalah masalah kronologi. Kronologi di sini dimaksudkan sebagai suatu analisa artefaktual terhadap benda-benda peninggalan untuk menentukan data pertanggalannya. Dalam hal ini cara kerja arkeologi dalam penelitian agama sangat berkaitan erat dengan disiplin ilmu-ilmu lain terutama sejarah dan antropologi. Pendekatan arkeologi seperti demikian, dalam konteks Indonesia, nampak sangat penting. Kajian arkeologi di Indonesia dalam beberapa segi, masih dilakukan terbatas dalam kaitan dengan filologi. Hal ini terutama menonjol pada awal abad XX ketika penelitian arkeologi banyak dilakukan sarjana Belanda.
Pada zaman Indonesia Hindu dikenal tempat peribadatan yang disebut candi. Pada masa Indonesia Islam timbul bangunan serupa yang disebut masjid. Masjid secara umum sesuai dengan perkataan dalam bahasa asalnya yakni bahasa Arab yang berarti tempat sujud. Masjid adalah tempat orang menundukkan diri bersujud ketika sembahyang. Dalam pengertian sekunder masjid adalah sebuah bangunan tempat sembahyang berjama’ah yang terlindung dari panas dan hujan.
Masjid-masjid kuno di Jawa dan di beberapa tempat di luar jawa, mempunyai atap bersusun atau bertingkat yang bentuknya menyerupai limas, piramida atau kerucut. Contohnya masjid Agung Cirebon misalnya mempunyai dua atap, sementara Masjid Agung Demak tiga, dan Masjid Agung Banten lima. Secara umum, bangunan masjid-masjid kuno melanjutkan tradisi bangunan pra-Islam, terutama Hindu-Budha, namun secara fungsional terdapat perbedaan yang jelas. Arah mihrab yang menuju kiblat, mimbar yang digunakan khatib dalam berkhotbah, dan menara tempat azan menunjukkan konsepsi ibadat Islam.
Salah satu hasil budaya manusia Indonesia pada masa Indonesia–Islam yang cukup menonjol adalah maesan atau nisan kubur. Tradisi penguburan ini sudah ada bahkan sejak masa prasejarah. Dalam perkembangan arsitekturnya, bangunan kubur di Indonesia merupakan hasil seni budaya manusia, khususnya para seniman yang mencoba memberikan pola-pola hias beraneka warna. Banyak jenis pola-pola hias beraneka warna yang terdapat pada makam-makam di daerah kuno Aceh, Jawa dan Madura. Dalam bangunan Islam tidak dibenarkan dekorasi berupa gambaran manusia. Dekorasi yang diperbolehkan hanya lukisan, ukiran atau hiasan yang bersifat daun-daunan. Oleh karena itu arsitektur yang berkembang adalah arabesk (arabesque)dan motif yang terdiri dari motif daun-daunan.
Adapun jenis bangunan yang digunakan pada makam-makam itu terbagi pada dua bagian yakni makam yang bahan-bahannya diperoleh dari dan proses pembuatannya di Indonesia: dan makam yang seluruh bahan dan proses pembuatannya di impor dari luar negeri khususnya dari Gujarat dan Persia. Contoh makam bernuansa luar ini dapat ditemui di Gresik pada makam Maulana Malik Ibrahim serta makam Nahrinsyah di Kutakarang, Pasai.
Unsur lain yang bisa dijadikan aspek dalam penelitian makam adalah kronologi. Makam biasanya terdapat angka tahun pada nisannya.pendekatan seperti ini pernah dilakukan oleh Moquette dalam penelitian di Pasai Aceh. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Snouck Hurgronje. Selain penekanan terhadap kronologi angka tahun, pada makam-makam kuno juga terdapat tulisan-tulisan yang memuat kalimat syahadat, hal ini ditemukan pada makam Nahrinsyah di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim. Selain kalimat syahadat juga terdapat ayat-ayat al-Qur’an dalam nisan tersebut.
Pendekatan arkeologi di atas selanjutnya bisa pula diterapkan pada seni kaligrafi, yang kerap disebut khat. Penerapan seni kaligrafi ini bisa terlihat pada seni bangunan seperti masjid, mihrab, bingkai atap, mimbar, lengkung tiang dan sebagainya. Selain bahwa kaligrafi juga banyak dijumpai pada makam-makam kuno dan istana serta alat perkakas sehari-hari seperti piring, gelas dan lainnya. Selain itu lukisan kaligrafi khas Cirebon yang terkenal adalah ‘Macan Ali’. Selain kaligrafi di atas juga terdapat kaligrafi yang ditulis dalam logam seperti pada meriam yang ada di Banten yang memuat tulisan Arab.
C. KESIMPULAN
Pendekatan arkeologi dalam penelitian agama di Indonesia dalam penelitian terhadap bangunan maupun non-bangunan tidak bisa dilihat dari bentuk dan arsitekturnya semata. Melainkan dari aspek fungsional, struktural, dan behavioral pada konteks masyarakat yang membuatnya.
Penelitian agama dengan pendekatan arkeologi dapat berupa penelitian terhadap Masjid-masjid kuno, bangunan keraton, makam dan kaligrafi. Dari penelitian itu dapat ditemukan aspek-aspek yang berhubungan dengan bidang ilmu sejarah, antropologi maupun filologi. Pendekatan arkeologi terutama terhadap ekplanasi artefak bertanggal yang di dapat dari bangunan maupun non-bangunan dapat membantu kronologi kehidupan dan perkembangan masyarakat di masa lampau. Atas dasar kronologi artefak tersebut, dapat disusun kerangka kronologi sejarah masyarakat Muslim Indonesia di masa lampau.
Penelitian keagamaan sebagai sebuah keterkaitan tidak hanya dibantu dengan pendekatan keilmuan keislaman semata, tetapi dibantu dengan ilmu Bantu yang bersifat umum semisal arkeologi. Hal ini merupakan paradigma integrasi-interkoneksi sebagai simbol dari penelitian keagamaan di abad XXI.
Arkeologi sendiri memegang peranan yang sangat penting terutama dalam kaitannya dengan penelitian keagamaan dalam bidang sejarah Islam. Proses keilmuan arkeologi memberi peranan yang signifikan dalam menelusuri perjalanan sejarah umat Islam Indonesia. Dengan bantuan arkeologi penelitian sejarah Islam dapat menemukan kronologi perjalanan umat Islam di masa lampau.
Proses integrasi dan interkoneksi keilmuan ini memberi peranan dan sumbangan yang sangat besar ilmu arkeologi terhadap ilmu agama terutama di Indonesia. Dengan pemahaman peran penting hal ini sudah selayaknya penelitian keagamaan di Indonesia diarahkan dengan menggunakan pendekatan arkeologi

ASET BANGSA

Belakangan ini banyak aset milik Negara yang tidak memiliki sertifikat. Hal ini disebabkan karena pengelolaan aset tersebut yang amburadul (Kompas 11 April 2008). Puluhan trilyun uang Negara dalam bentuk aset baik di pusat maupun daerah terancam diambil alih pihak lain.
Permasalahan aset ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari pengelolaan Negara yang kurang bersih. Konsep good governance dan good corporate governance yang pernah dicetuskan Presiden SBY belum menyentuh sepenuhnya pada kebijakan pemerintahan. Reformasi birokrasi masih jalan di tempat. Semua kebijakan yang menyangkut pengelolaan aset Negara masih harus diselesaikan dalam birokrasi yang bertele-tele.
Akar masalah aset ini pada dasarnya disebabkan karena kelemahan system pengendalian internal pemerintahan baik pusat maupun daerah. Hingga saat ini belum ada aturan yang tegas tentang aset Negara yang digunakan untuk para pejabat dan pasca tidak menjabat. Aset Negara seringkali digunakan para pensiunan pejabat sehingga lambat laun mereka mengklaim kepemilikan dari barang tersebut.
Reformasi birokrasi utamanya dalam pengelolaan aset dan peng-administrasi-annya menjadi tugas mendesak yang harus dilakukan pemerintah saat ini. Rakyat menunggu kepastian uang mereka tidak digunakan hanya untuk membiayai para pejabat dengan fasilitas-fasilitasnya. Tidak menutup kemungkinan setiap pergantian anggota DPR selalu diikuti dengan penggantian mobil-mobil dinas tersebut karena mobil yang lama dibawa pergi oleh pejabat lama.
Aset Negara dalam bentuk harta bergerak maupun harta tidak bergerak sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk mengelola dan merawatnya, karena notabene-nya aset-aset tersebut dibeli dengan uang rakyat lewat pajak dan pungutan lainnya.
Indonesia bercita-cita menjadi Negara adidaya, bahkan target Indonesia tahun 2030 negara ini masuk dalam 5 besar Negara maju. Masih relevankah tujuan tersebut, kalu setiap aset yang nanti kita wariskan kepada anak-cucu kita telah menjadi milik orang per-orang. Aset yang dibeli dengan uang rakyat kini menjadi milik pihak tidak berhak bahkan mantan menteri sekalipun.
Penyelamatan aset Negara berupa tanah, bangunan maupun harta lainnya wajib pemerintah inventarisir karena nilainya bukan mustahil mencapai ratusan trilyun. Negara ini harus diselamatkan dari kebangkrutan yang lebih besar.
Prev: ASET BANGSA